KELUHAN YANG ANDA RASAKAN SANGAT MEMBANTU PERBAIKAN KINERJA KAMI, SILAHKAN KIRIMKAN KELUHAN ANDA

PERNYATAAN SIKAP PENGURUS PUSAT ASOSIASI PENGHULU REPUBLIK INDONESIA

PERNYATAAN SIKAP PENGURUS PUSAT ASOSIASI PENGHULU REPUBLIK INDONESIA 
Nomor:01/PP/III/2018

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Menyikapi pernyataan Saudara ARTERIA DAHLAN, anggota DPR RI Fraksi PDIP asal Daerah Pilihan 6 Jawa Timur (Kediri, Tulungagung dan Blitar) pada saat Rapat Komisi III DPR RI bersama Jaksa Agung, Rabu, 28/03/2018, yang menyematkan Kementerian Agama dengan kata 'bangsat', dengan ini kami menyatakan:

1. APRI Pusat sebagai organisasi tempat berkumpul para Penghulu Indonesia menyatakan keberatan dan tersinggung atas ucapan Saudara ARTERIA DAHLAN

2. Ungkapan kasar Saudara ARTERIA DAHLAN tidak mencerminkan sikap, perilaku dan tutur kata sebagai anggota DPR RI yang seharusnya menjadi teladan masyarakat.

3. Meminta Saudara ARTERIA DAHLAN untuk menyampaikan secara terbuka di muka umum permintaan maaf kepada jajaran Kementerian Agama dan semua lembaga binaan Kementerian Agama di seluruh tanah air dan tidak mengulang kejadian yang sama di kemudian hari.

4. Meminta kepada Majelis Kehormatan DPR RI untuk memberikan teguran keras dan memberikan sangsi dengan MENONAKTIFKAN Saudara ARTERIA DAHLAN dari keanggotaan DPR RI.

5. Mendorong kepada seluruh elemen ASN kementerian Agama untuk cerdas mensikapi pilihan politik agar tidak memilih wakil rakyat yg telah melecehkan martabat Kementerian Agama.

6. Mendorong kepada masyarakat Dapil 6 Jawa Timur dan khususnya para Anggota APRI dimanapun berada, pengasuh2 pondok pesantren, para kyai, seluruh guru2 dan Ustadz2, pengelola madrasah, pimpinan Majlis Ta'lim dan jamaah,  UNTUK TIDAK MEMILIH KEMBALI Saudara ARTERIA DAHLAN dalam pemilihan legislatif yang akan datang. Demikian surat pernyataan ini dibuat sebenarnya untuk diindahkan.

Jakarta, 29 Maret 2018
 Ketua Umum                             Sekretaris Jenderal                


 H. Wagimun AW                             H.Madari

Dilema Pelayanan Haji di Kemenag RI

Dilema Pelayanan Haji di Kemenag RI

Menanggapi wacana pelayanan Haji di KUA yang katanya lebih efektif efisien sebagaimana tulisan saudara diaz pada hari selasa, 10/05/2016-13:53 yang dimuat pada website resmi di Haji.kemenag.go.id   tentang keinginan Publik agar pelayanan penyelenggaraan haji dilaksanakan di KUA ditanggapi beragam pendapat oleh para aktifis di KUA, Ngarji, adalah kepala KUA di Pasuruan mengatakan bahwa wacana tersebut adalah sia-sia belaka, hal inj disebabkan minimnya sarana dan prasarana KUA serta minimnya SDM yg ada di KUA.
Ngarji juga mengatakan bahwa  " Haji yang sebentar lagi akan lepas dari Kemenag RI, Kok malah dihendel oleh kua...demi efisiensi dan efektivitas.....ya memang sngat strategis dan lbih baikkkkk...tapi SDM KUA nya harus dibenahi, mulai dari gedung kua, sarana dan prasarana serta sdm nya.....! Kalau masih sperti ini saya pikir jauh dari layak....khususnya KUA - KUA pedalaman yg dihuni oleh kepala KUA merangkap smuanya....!
embuh maneh cak....nek gak sido dikelola oleh lembaga lainnn....? Kmdian kua betul2 dibenahi dan diberdayakan...?"
Itu hanya sekedar wacana hoax...., kalau lihat kondisi KUA sekarang saya pikir sangat tidak mngkin........gak tahu kl 5 hingga 10 tahun yg akan datang.....jika memang KUA dipersiapkan untuk ksana ya insyallah bisaaa.....mberikan playanan haji yg maksimal....!"
Demikian tambahnya.
Selain itu, tanggapan lain dr kepala KUA disurabaya, sebut saja namanya Cak Tholhah (nama samaran) mengatakan bahwa wacana tersebut tidak dapat di laksanakan karena telah terbit UU tentang penyelenggaran ibadah haji yang akan dikelola oleh Badan Haji yang nantinya akan bertanggung jawab kepada presiden.
Selain itu, Iswoyo saat dimintai pendapat mengatakan bahwa Wacana tersebut adalah wacana mbel gedes yang tidak perlu dihiraukan.sebab fasilitas sarana yang hingga detik ini masih jauh dari kata memadai.(Vi/Mar/ji)

Lambang APRI

LAMBANG APRI dan MAKNA LAMBANG APRI


  1.  Bentuk Perisai  atau  Tameng lonjong  :  melambangkan  karakter Penghulu harus Istiqomah dan kuat  dalam menjalankan tugas serta tahan  dari berbagai godaan, cobaan dan rintangan yang menghadang
  2.  Garis tepi dan Tulisan Asosiasi Penghulu Republik Indonesia yang melingkar:  melambangkan bahwa sesama Penghulu mempunyai ukhuwah yang erat dengan Memelihara dan memupuk hubungan serta kerjasama yang baik, rasa setia kawan, tenggang rasa dan saling menghargai.
  3. Bintang  bersudut lima: Lambang sila pertama Pancasila yaitu Ketuhanan yang Maha Esa yang melambangkan  bawa Penghulu dalam setiap tugasnya senantiasa dilandasi oleh niat beribadah kepada Alloh SWT. Tuhan Yang Maha Esa  dengan mentaati dan menjalankan norma-norma Agama.
  4.   Untaian Putik  Melati  Putih:  Melati Putih merupakan salah satu Puspa Bangsa yang melambang  kesucian, kesederhanaan , ketulusan dan kerendahan hati artinya Penghulu tidak boleh melakukan setiap bentuk penyimpangan dan pelanggaran  berkaitan dengan pelayanan, Sopan dalam bertindak dan bertutur kata , membuat keputusan dengan cermat adil dan sabar serta menjaga martabat kedudukan dan kehormatan Penghulu
  5. Kitab Suci Alquran : bermakna bahwa Pedoman hidup Penghulu adalah kitab suci Al-Qur’an untuk mencapai keharmonisan hidup yang seimbang antara kebahagian dunia dan akhirat.
  6. Alas Kitab Suci : bermakna bahwa dalam menjalankan tugas Penghulu merujuk  kepada pedoman dan aturan yang telah di gariskan oleh kitab suci Alqur’an
  7. Benteng merah putih :  bermakna bahwa  Penghulu ikut berperan dalam mempertahankan 4 pilar Bangsa, yaitu Pancasila, UUD 45, NKRI Bhineka Tunggal Ika, dalam menjalankan tugas  Penghulu disamping berpedoman kepada Alqur’an  juga  berpijak pada garis-garis yang telah di tentukan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
  8. Pita yang menghadap keatas : bermakna Penghulu mempunyai sifat optimis dalam menjalankan tugas dengan tekad kuat dengan  senantiasa memohon bimbingan,  perlindungan dan ridho Ilahi

Kode Etik Profesi Penghulu


Lampiran II     : Surat Keputusan MUNASLUB APRI
  Nomor: 01/KPTS/MUNASLUB-APRI/I/ 2014 tentang Kode Etik Profesi Penghulu
  Indonesia
KODE ETIK PROFESI PENGHULU
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Pengertian
  1. Kode Etik Profesi Penghulu ialah aturan tertulis yang harus dipedomani oleh setiap Penghulu Indonesia dalam melaksanakan tugas profesi sebagai Penghulu.
  2. Pedoman Tingkah laku Penghulu ialah penjabaran dari kode etik profesi Penghulu yang menjadi pedoman bagi Penghulu Indonesia, baik dalam menjalankan tugas profesinya untuk mewujudkan insan yang bertaqwa pengabdi dan pengemban amanat yang bernafaskan islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil dan makmur yang diridhai oleh Allah Subhanahu Wata’ala maupun dalam pergaulan sebagai anggota masyarakat yang harus dapat memberikan contoh dan suri tauladan dalam kepatuhan dan ketaatan kepada hukum.
Pasal 2
Maksud dan Tujuan
Kode Etik Profesi Penghulu mempunyai maksud dan tujuan :
  1. Sebagai alat :
    1. Pembinaan dan pembentukan karakter Penghulu
    2. Pengawasan tingkah laku Penghulu
  2. Sebagai sarana :
    1. Kontrol sosial
    2. Pencegah timbulnya pelanggaran profesi
    3. Pencegah timbulnya kesalah pahaman dan konflik antar sesama anggota dan antara anggota dengan masyarakat.
  3. Memberikan jaminan peningkatan moralitas Penghulu dan kemandirian fungsional bagi Penghulu.
  4. Menumbuhkan kepercayaan masyarakat pada lembaga Kantor Urusan Agama.
BAB II
Pasal 3
Sikap Penghulu
Setiap Penghulu Indonesia mempunyai pegangan tingkah laku yang harus dipedomaninya :
A. Dalam Bertugas :
Bersikap dan bertindak menurut garis-garis yang ditentukan dalam Undang-Undang, Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri tentang kepegawaian yang antara lain, yaitu :
    1. Displin.
    2. Adil dan bijaksana dalam menentukan sebuah kaidah-kaidah hukum munakahat.
    3. Memberikan keputusan secara obyektif dan mengesampingkan kepentingan salah satu fihak dengan berpegang teguh pada kaidah-kaidah ushul fiqh dan fiqhiyyah.
    4. Mengutamakan pelayanan masyarakat yang sejalan dengan Peraturan perundang-undangan.
  1. Tidak dibenarkan menunjukkan sikap memihak atau bersimpati ataupun antipati kepada pihak-pihak yang meminta bimbingan dan penasehatan, baik dalam ucapan maupun tingkah laku.
  2. Harus bersifat sopan, tegas dan bijaksana dalam bersikap, baik dalam ucapan maupun dalam perbuatan.
  3. Harus menjaga kewibawaan dan kehidmatan dan  tidak sekali-kali melecehkan pihak-pihak baik dengan kata-kata maupun perbuatan.
  4. Bersungguh-sungguh memberikan jalan keluar dengan tidak mengorbankan peraturan perundang-undangan.

B. Terhadap Sesama Rekan
  1. Memelihara dan memupuk hubungan kerjasama yang baik antara sesama rekan.
  2. Memiliki rasa setia kawan, tenggang rasa dan saling menghargai ijtihad antara sesama rekan.
  3. Memiliki kesadaran, kesetiaan, penghargaan terhadap Korps Penghulu secara wajar.
  4. Menjaga nama baik dan martabat rekan, baik di dalam maupun di luar kedinasan.
C. Terhadap Bawahan/Pegawai
  1. Harus mempunyai sifat kepemimpinan.
  2. Membimbing bawahan/pegawai untuk mempertinggi pengetahuan.
  3. Harus mempunyai sikap sebagai seorang Bapak yang baik.
  4. Memelihara sikap kekeluargaan terhadap bawahan/pegawai.
  5. Memberi contoh kedisiplinan.
D. Terhadap Masyarakat
  1. Menghormati dan menghargai orang lain.
  2. Tidak sombong dan tidak mau menang sendiri.
  3. Hidup sederhana.
E. Terhadap Keluarga/Rumah Tangga
  1. Menjaga keluarga dari perbuatan-perbuatan tercela, menurut norma-norma hukum kesusilaan.
  2. Menjaga ketentraman dan keutuhan keluarga.
  3. Menyesuaikan kehidupan rumah tangga dengan keadaan dan pandangan masyarakat.
Pasal 4
Kewajiban dan Larangan
Kewajiban :
  1. Memperlakukan setiap peminta jasa dengan sopan dan baik.
  2. Sopan dalam bertutur kata dan bertindak.
  3. Memberikan pelayanan dengan arif, cermat dan sabar.
  4. Memutuskan permasalahan dengan arif dan bijaksana sesuai dengan kaidah hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku..
  5. Menjaga martabat, kedudukan dan kehormatan Penghulu.
Larangan :
  1. Melakukan kolusi dengan siapapun yang berkaitan dengan pelayanan yang diberikan.
  2. Menerima sesuatu pemberian atau janji dari pihak-pihak pemohon jasa layanan.
  3. Memberikan statemen dan informasi apapun terhadap keputusan Penghulu lain.
  4. Melecehkan sesama Penghulu, Pimpinan secara hirarkhi dan  Para pihak lain.
  5. Memberikan komentar terbuka atas putusan Penghulu lain, kecuali dilakukan dalam rangka pengkajian ilmiah.
  6. Menjadi anggota atau salah satu Partai Politik dan pekerjaan/jabatan yang dilarang Undang-undang.
  7. Mempergunakan nama jabatan korps untuk kepentingan pribadi ataupun kelompoknya.
BAB III
DEWAN  ETIK PROFESI PENGHULU
Pasal 5
  1. Susunan dan Organisasi Dewan Kehormatan Profesi Penghulu terdiri dari :
    1. Dewan  Etik  Profesi Penghulu Tingkat Pusat.
    2. Dewan  Etik  Profesi Penghulu Tingkat Wilayah.
  2. Dewan Kehormatan Profesi Penghulu Tingkat Pusat terdiri dari 5 (lima) orang dengan susunan :
a.       Ketua : salah seorang Ketua Pengurus Pusat APRI merangkap anggota.
b.      Anggota : Satu  orang anggota APRI dari Penghulu Madya.
c.       Anggota : Salah seorang Ketua Pengurus Wilayah APRI yang bersangkutan.
d.      Anggota : Salah seorang Pejabat Kementerian Agama Tingkat Pusat yang peduli dengan APRI.
e.       Sekretaris : Satu Orang  Sekretaris Pengurus Pusat APRI merangkap Anggota.
  1. Dewan Kehormatan Profesi Penghulu Tingkat Wilayah terdiri dari 5 (lima) orang dengan susunan :
a.       Ketua : Salah seorang Ketua Pengurus Wilayah APRI merangkap anggota.
b.      Anggota : Seorang anggota APRI Wilayah dari Penghulu Pertama.
c.       Anggota : Seorang Ketua Pengurus Cabang APRI
d.      Anggota : Satu Orang Pejabat Kementerian Agama Tingkat Propinsi.
e.       Anggota : Seorang Penghulu Pertama yang ditunjuk atas kesepakatan seluruh  Pengurus Cabang APRI.
f.       Sekretaris : Sekretaris Pengurus Wilayah APRI merangkap Anggota.
  1. Dewan Etik  Profesi Penghulu Tingkat Pusat diangkat dan diberhentikan oleh Munas  APRI.
  2. Dewan Etik  Profesi Penghulu Tingkat Wilayah diangkat dan diberhentikan oleh Musda  APRI.
Pasal 6
  1. Dewan Etik Profesi Penghulu Tingkat Pusat berwenang memeriksa dan mengambil tindakan-tindakan lain yang menjadi kewenangannya terhadap persoalan yang tidak dapat diselesaikan oleh Wilayah atau yang menurut Pengurus Besar APRI harus ditangani oleh Dewan Etik  Profesi Penghulu Tingkat Pusat.
  2. Dewan Etik Penghulu Tingkat Wilayah berwenang memeriksa dan mengambil tindakan-tindakan lain yang menjadi kewenangan terhadap anggota di Wilayah/wilayahnya.
Pasal 7
Tugas dan Wewenang
  1. Dewan Etik Profesi Penghulu mempunyai tugas :
    1. Memberikan pembinaan pada anggota untuk selalu menjunjung tinggi Kode Etik.
    2. Meneliti dan memeriksa laporan/pengaduan dari masyarakat atas tingkah laku dari para anggota APRI.
    3. Memberikan nasehat dan peringatan kepada anggota dalam hal anggota yang bersangkutan menunjukkan tanda-tanda pelanggaran Kode Etik.
  2. Dewan Etik Profesi Penghulu berwenang :
    1. Memanggil anggota untuk didengar keterangannya sehubungan dengan adanya pengaduan dan laporan.
    2. Memberikan rekomendasi atas hasil pemeriksaan terhadap anggota yang melanggar Kode Etik dan merekomendasikan untuk merehabilitasi anggota yang tidak terbukti bersalah.
Pasal 8
Sanksi
Sanksi yang dapat direkomendasikan Dewan Etik Profesi Penghulu kepada PP APRI adalah :
  1. Teguran.
  2. Skorsing dari keanggotaan APRI.
  3. Pemberhentian sebagai anggota APRI.
Pasal 9
Pemeriksaan
  1. Pemeriksaan terhadap anggota yang dituduh melanggar Kode Etik dilakukan secara tertutup.
  2. Pemeriksaan harus memberikan kesempatan seluas-Iuasnya kepada anggota yang diperiksa untuk melakukan pembelaan diri.
  3. Pembelaan dapat dilakukan sendiri atau didampingi oleh seorang atau lebih dari anggota yang ditunjuk oleh yang bersangkutan atau yang ditunjuk organisasi.
  4. Hasil Pemeriksaan dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan yang ditandatangani oleh semua anggota Dewan Etik Profesi Penghulu dan yang diperiksa.
Pasal 10
Keputusan
Keputusan diambil sesuai dengan tata cara pengambilan putusan dalam Majelis Etik Penghulu.
BAB IV
PENUTUP
Pasal 12
Kode Etik ini mulai berlaku sejak tertanggal dan disetujui oleh APRI  dan merupakan satu-satunya Kode Etik Profesi Penghulu yang berlaku bagi para Penghulu Indonesia.



                                                                      Ditetapkan di : Surabaya 
                                                                      Pada tanggal : 19 Januari 2014 
                                                                      Pimpinan Sidang Pleno

                                                                      Suryani Kamali

ANGARAN RUMAH TANGGA ASOSIASI PENGHULU REPUBLIK INDONESIA


ANGGARAN RUMAH TANGGA
 ASOSIASI PENGHULU REPUBLIK INDONESIA.
BAB I
KEANGGOTAAN
Pasal 1
1)      Anggota biasa adalah Para Penghulu di seluruh Indonesia
2)      Anggota kehormatan adalah mereka yang atas usul Pengurus Wilayah, Pengurus Cabang diangkat dan ditetapkan dalam Musyawarah Nasional karena jasanya yang begitu besar terhadap organisasi Asosiasi /PenghuluRepublik Indonesia
3)      Anggota luar biasa adalah Pejabat Struktural atau Fungsional di lingkungan Kementerian Agama  yang berkaitan dengan Tupoksi dan Pengembangan karir KePenghuluan
Pasal 2
Penghulu secara otomatis menjadi anggota APRI
Pasal 3
Keanggotaan berakhir apabila anggota :
1)   Meninggal dunia.
2)   Diberhentikan dengan hormat atau tidak dengan hormat dari jabatannya sebagai Penghulu oleh Kementerian Agama.
3)   Diberhentikan dengan hormat atau tidak dengan hormat  oleh Organisasi APRI.
4)   Atas permintaan sendiri dari anggota biasa dan  luar biasa, yang diajukan secara tertulis kepada pengurus cabang untuk dilanjutkan kepada pengurus Wilayah.
Pasal 4
1.       Anggota biasa dapat diberhentikan sementara oleh Pengurus Cabang, apabila Pengurus Cabang, Pengurus Wilayah, Pengurus Pusat berpendapat bahwa anggota yang bersangkutan itu :
a.       Melanggar Kode etik Penghulu
b.       Melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan dan kehormatan APRI.
c.        Melanggar ketentuan-ketentuan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
d.       Tidak mengakui keputusan-keputusan atau petunjuk-petunjuk dari Pengurus Cabang, Pengurus Wilayah dan  Pengurus Pusat.
e.       Diberhentikan sementara oleh Kementerian Agama
2.       Keputusan pemberhentian sementara oleh Pengurus Cabang tersebut pada ayat 1 dalam tenggang waktu 2 (dua) minggu sesudah keputusan pemberhentian tersebut harus disampaikan kepada Pengurus Pusat dengan tembusannya disampaikan kepada Pengurus Wilayah yang bersangkutan.
3.       Pengurus Pusat dapat mengesahkan atau membatalkan keputusan pemberhentian sementara oleh Pengurus Wilayah atau Pengurus Cabang.
4.       Keputusan pemberhentian sementara dan Pengurus Cabang, berlaku apabila sudah mendapat pengesahan oleh Pengurus Pusat.
Pasal 5
Pengurus Pusat berhak menjatuhkan keputusan pemberhentian sementara kepada anggota apabila yang bersangkutan telah diberi kesempatan untuk membela diri dengan cara mengajukan surat keberatan kepada pengurus Pusat dengan tembusan kepada pengurus cabang, pengurus wilayah yang bersangkutan.
BAB II
SYARAT-SYARAT KEANGGOTAAN
Pasal 6
ANGGOTA BIASA
1)   Beriman dan bertaqwa ke pada Allah SWT dengan  menjalankan syariat islam.
2)   Sehat  jasmani dan rohani dan dinyatakan melalui surat keterangan dokter.
3)   Berstatus PNS aktif
4)   Telah diangkat  dalam jabatan sebagai Penghulu
5)   Membayar uang pangkal sesuai Peraturan Organisasi
BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN
Pasal 7
HAK ANGGOTA
1)   Anggota biasa mempunyai hak bicara dan hak suara
2)   Anggota biasa berhak mendapatkan pembelaan dari APRI.
3)   Anggota biasa berhak mengajukan saran dan usul kepada Pengurus Pusat, Wilayah dan Cabang.
4)   Anggota Biasa berhak bertanya.
5)   Anggota kehormatan dapat memberikan nasihat.
Pasal 8
KEWAJIBAN  ANGGOTA
1)   Anggota biasa wajib mematuhi  AD/ART APRI
2)   Anggota biasa wajib mematuhi  setiap keputusan Pengurus  Pusat, Wilayah, Cabang 
3)   Anggota biasa wajib  menjaga kehormatan diri dan Organisasi APRI.  
4)   Anggota biasa wajib  membayar uang iuran bulanan sesuai Peraturan Organisasi
BAB IV
MUTASI ANGGOTA
Pasal 9
1)      Mutasi anggota biasa adalah perpindahan status keanggotaan dari satu cabang ke cabang lain
2)      Dalam keadaan tertentu, seorang anggota biasa APRI dapat memindahkan status keanggotaannya dari satu cabang ke cabang lain  atau dari satu Wilayah ke Wilayah lain atas persetujuan cabang  dan Wilayah asalnya.
3)      Untuk memperoleh persetujuan dari cabang dan Wilayah asal, maka seorang anggota harus mengajukan permohonan secara tertulis untuk selanjutnya diberikan Surat Keterangan.
4)      Mutasi anggota hanya dapat dilakukan jika yang bersangkutan pindah Tugas sebagai  Penghulu ke Cabang atau Wilayah lain.
BAB V
RANGKAP ANGGOTA DAN RANGKAP JABATAN
Pasal 10
1)      Dalam keadaan tertentu anggota APRI  dapat merangkap menjadi anggota organisasi Profesi  lain atas persetujuan Pengurus Cabang, Pengurus Wilayah dan Pengurus Pusat.
2)      Ketentuan tentang jabatan seperti dimaksud pada ayat (2) diatas diatur dalam ketentuan tersendiri.
3)      Anggota APRI  yang mempunyai kedudukan pada organisasi lain diluar APRI, harus menyesuaikan tindakannya dengan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga dan ketentuan-ketentuan organisasi Profesi lainnya.
BAB VI
MUSYAWARAH NASIONAL, MUSYAWARAH WILAYAH, MUSYAWARAH CABANG dan PRESIDIUM SIDANG
Pasal 11
MUSYAWARAH NASIONAL
1)      Musyawarah Nasional dilaksanakan sebagai media pertanggungjawaban Pengurus Pusat.
2)      Musyawarah Nasional dilaksanakan untuk memilih Dewan Penasehat Etik dan Dewan Etik.
3)      Peserta   Musyawarah Nasional  memilih Ketua Umum PP. APRI (Formatur) untuk masa jabatan selama 3 (tiga) tahun .
4)      Peserta Musyawarah Nasional memilih Formatur dan 2 (dua) orang Mide Formatur Musyawarah Nasional dalam pemilihan secara terpisah
5)      Formatur dan Mide Formatur terpilih, menyusun struktur Pengurus Pusat sebagaimana diatur dalam Pasal 12 Anggaran Dasar
6)      Tata cara pemilihan Formatur dan Mide Formatur ditetapkan dalam Tata tertib Musyawarah Nasional.
7)      Setelah terpilihnya Formatur dan Mide Formatur maka Pengurus Pusat dinyatakan Demisioner
8)      Pelantikan Pengurus Pusat dan Serah terima jabatan dilaksanakan selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak tersusunnya struktur Pengurus Pusat.
Pasal 12
1)      Pengurus Pusat menentukan jumlah utusan dalam Musyawarah Nasional untuk tiap-tiap Wilayah didasarkan atas pertimbangan jumlah anggotanya sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang dengan berpedoman pada ketentuan pasal 6 ayat (2) Anggaran Dasar.
2)      Utusan Wilayah terdiri dari, unsur pengurus wilayah dan unsur pengurus cabang yang ditetapkan dalam rapat pengurus wilayah, dengan berpedoman pada pasal 6 ayat (2) Anggaran Dasar.
3)      Panggilan untuk mengikuti Musyawarah Nasional oleh Pengurus Pusat yang disampaikan kepada wilayah sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) hari sebelum musyawarah nasional tersebut dilaksanakan dan dalam surat panggilan tersebut telah dimuat hal-hal yang akan dibicarakan.
4)      Pengurus Pusat menetukan jumlah peninjau dalam Musyawarah Nasional untuk tiap-tiap wilayah didasarkan atas pertimbangan jumlah anggota di Wilayah yang bersangkutan.
5)      Setiap keputusan musyawarah nasional diambil atas dasar musyawarah dan mufakat, dan apabila tidak tercapai dengan musyawarah maka pengambilan keputusan dilakukan dengan suara terbanyak.
Pasal 13
PRESIDIUM SIDANG MUSYAWARAH NASIONAL
1)      Pimpinan Musyawarah Nasional  dipimpin oleh Presidium Sidang
2)      Presidium Sidang berjumlah 3 (Tiga)  Orang yang dipilih dari Peserta Musyawarah Nasional
3)      Sementara  Presidium Sidang  belum  terpilih, sidang dipimpin oleh Pengurus Pusat.
4)      Tata cara pemilihan Presidium Sidang  ditetapkan dalam Tata tertib  pemilihan Presidium Sidang   Musyawarah Nasional
5)      Presidium Sidang mengatur  jalannya Musyawarah Nasional hingga terpilihnya Formatur dan 2 (dua) orang Mide Formatur Musyawarah Nasional.
Pasal 14
MUSYAWARAH WILAYAH
1)      Musyawarah Wilayah dilaksanakan sebagai media pertanggungjawaban Pengurus Wilayah.
2)      Peserta   Musyawarah Wilayah memilih Ketua Wilayah APRI (Formatur) untuk masa jabatan selama 3 (Tiga) tahun .
3)      Peserta   Musyawarah Wilayah memilih Formatur dan 2 (dua) orang Mide Formatur Musyawarah Wilayah dalam pemilihan secara terpisah
4)      Formatur  Musyawarah Wilayah (Ketua Wilayah) dan Mide Formatur terpilih menyusun struktur Pengurus Wilayah sebagaimana diatur dalam Pasal 13  Anggaran Dasar
5)      Tata cara pemilihan Formatur dan Mide Formatur ditetapkan dalam Tata tertib Musyawarah Wilayah.
6)      Setelah terpilihnya Formatur dan Mide Formatur maka Pengurus Wilayah dinyatakan Demisioner
7)      Pelantikan Pengurus Wilayah dan serah terima jabatan kepada pengurus baru dilakukan oleh Pengurus Pusat selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak terbentuknya susunan Pengurus Wilayah
Pasal 15
PRESIDIUM SIDANG
1)      Pimpinan Musyawarah Wilayah dipimpin oleh Presidium Sidang
2)      Presidium Sidang berjumlah 3 (Tiga)  Orang yang dipilih dari Peserta Musyawarah Nasional
3)      Sementara  Presidium Sidang  belum  terpilih, sidang dipimpin oleh Pengurus Wilayah .
4)      Tata cara pemilihan Presidium Sidang  ditetapkan dalam Tata tertib  pemilihan Presidium Sidang   Musyawarah Wilayah  .
5)      Presidium Sidang mengatur jalannya Musyawarah Wilayah hingga terpilihnya Formatur dan 2 (dua) orang Mide Formatur Musyawarah Wilayah.
Pasal 16
1)      Pengurus Wilayah menentukan jumlah utusan dalam Musyawarah Wilayah untuk tiap-tiap Cabang  didasarkan atas pertimbangan jumlah anggotanya sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang dengan berpedoman pada ketentuan pasal 6 ayat (2) Anggaran Dasar.
2)      Utusan Cabang  terdiri dari unsur pengurus Cabang  yang ditetapkan dalam rapat pengurus Wilayah, dengan berpedoman pada pasal 6 ayat (2) Anggaran Dasar
3)      Panggilan untuk mengikuti Musyawarah  Wilayah oleh Pengurus Wilayah yang disampaikan kepada Cabang  sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) hari sebelum musyawarah Wilayah tersebut dilaksanakan dan dalam surat panggilan tersebut telah dimuat hal-hal yang akan dibicarakan.
4)      Pengurus Wilayah menetukan jumlah peninjau dalam Musyawarah Wilayah untuk tiap-tiap Cabang  didasarkan atas pertimbangan jumlah anggota di Cabang  yang bersangkutan.
5)      Setiap keputusan musyawarah Wilayah diambil atas dasar musyawarah dan mufakat, dan apabila tidak tercapai dengan musyawarah maka pengambilan keputusan dilakukan dengan suara terbanyak.
Pasal 17
Tata tertib persidangan dalam Musyawarah Wilayah ditetapkan bersama oleh Pengurus Wilayah dan para utusan Cabang  yang mengikuti Musyawarah Wilayah tersebut.
Pasal 18
MUSYAWARAH CABANG
1)      Musyawarah Cabang dilaksanakan sebagai media pertanggungjawaban Pengurus Cabang.
2)      Peserta Musyawarah Cabang memilih Ketua Cabang APRI (Formatur) untuk masa jabatan selama 3 (Tiga) tahun .
3)      Peserta Musyawarah Cabang memilih Formatur dan 2 (dua) orang Mide Formatur Musyawarah Cabang 
4)      Formatur  Musyawarah Cabang (Ketua Cabang) dan Mide Formatur terpilih menyusun struktur Pengurus Cabang sebagaimana diatur dalam Pasal 14  Anggaran Dasar
5)      Tata cara pemilihan Formatur dan Mide Formatur ditetapkan dalam Tata tertib Musyawarah Cabang.
6)      Tata cara pemilihan Pengurus Cabang  ditetapkan dalam Tata tertib Musyawarah Cabang
7)      Setelah terpilihnya Formatur dan Mide Formatur maka Pengurus Cabang dinyatakan Demisioner
8)      Pelantikan Pengurus Cabang dan serah terima jabatan kepada pengurus baru dilakukan oleh Pengurus Wilayah selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak terbentuknya susunan Pengurus Cabang
Pasal 19
PRESIDIUM SIDANG
1)      Pimpinan Musyawarah Cabang  dipimpin oleh Presidium Sidang
2)      Presidium Sidang berjumlah 3 (Tiga)  Orang yang dipilih dari Peserta Musyawarah Cabang 
3)      Sementara  Presidium Sidang  belum  terpilih, sidang dipimpin oleh Pengurus Cabang  .
4)      Tata cara pemilihan Presidium Sidang  ditetapkan dalam Tata tertib  pemilihan Presidium Sidang   Musyawarah Cabang  .
5)      Presidium Sidang mengatur  jalannya Musyawarah Cabang  hingga terpilihnya Formatur dan 2 (dua) orang Mide Formatur Musyawarah Cabang  .
Pasal 20
1)      Pengurus Cabang  menentukan jumlah peserta dalam Musyawarah Cabang dengan berpedoman pada ketentuan pasal 6 ayat (2) Anggaran Dasar.
2)      Peserta Musyawarah Cabang terdiri dari Anggota Biasa, unsur Pembina Cabang, unsur pengurus Cabang  yang ditetapkan dalam rapat pengurus Cabang, dengan berpedoman pada pasal 6 ayat (2) Anggaran Dasar
3)      Panggilan untuk mengikuti Musyawarah  Cabang  oleh Pengurus Cabang  yang disampaikan kepada anggota biasa  sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) hari sebelum musyawarah Cabang  tersebut dilaksanakan dan dalam surat panggilan tersebut telah dimuat hal-hal yang akan dibicarakan.
4)      Pengurus Cabang  menetukan jumlah peninjau dalam Musyawarah Cabang  .
5)      Setiap keputusan musyawarah Cabang  diambil atas dasar musyawarah dan mufakat, dan apabila tidak tercapai dengan musyawarah maka pengambilan keputusan dilakukan dengan suara terbanyak.
Pasal 21
Tata tertib persidangan dalam Musyawarah Cabang  ditetapkan bersama oleh Pengurus Cabang  dan Anggota Biasa yang mengikuti Musyawarah Cabang  tersebut.
Pasal 22
Dalam rangka melaksanakan prinsip gotong royong maka setiap anggota biasa dan anggota luar biasa dikenakan membayar Sumbangan Wajib Organisasi (SWO) khusus untuk musyawarah nasional, Wilayah, cabang  yang Pusatnya sesuai PO.
BAB VII
TUGAS DAN WEWENANG
Tugas dan Tanggung Jawab Pengurus Pusat
Pasal 23
1)        Pengurus Pusat Asosiasi Penghulu Republik Indonesia bertugas menentukan kebijakan organisasi dan melaksanakan segala ketentuan dan kebijakan sesuai dengan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Keputusan-keputusan Musyawarah Nasional, Musyawarah Nasional Luar Biasa, Rapat Kerja Nasionaldan Rapat Pengurus Pusat Asosiasi Penghulu Republik Indonesia.
2)        Penjabaran tugas Pengurus Pusat diatur tersendiri dalam peraturan organisasi yang menjadi bagian tak terpisahkan dan tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
3)        Dalam menjalankan kebijakan tersebut, Pengurus Pusat Asosiasi Penghulu Republik Indonesia merupakan badan pelaksana tertinggi yang bersifat kolektif.
4)        Pengurus Pusat bertanggung jawab kepada Musyawarah Nasional atas kepengurusan organisasi untuk masa baktinya.
5)        Pengurus Pusat bertangung jawab atas pelaksanaan Kode Etik Profesi Penghulu, Anggaran Dasar, dan Anggaran Rumah Tangga serta keputusan Musyawarah Nasional dan Rapat Kerja Nasional.
6)        Pengurus Pusat Asosiasi Penghulu Republik Indonesia bertugas menentukan kebijakan organisasi dan melaksanakan segala ketentuan dan kebijakan sesuai dengan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Keputusan-keputusan Musyawarah Nasional, Musyawarah Nasional Luar Biasa, Rapat Kerja Nasionaldan Rapat Pengurus Pusat Asosiasi Penghulu Republik Indonesia.
7)        Penjabaran tugas Pengurus Pusat diatur tersendiri dalam peraturan organisasi yang menjadi bagian tak terpisahkan dan tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
8)        Dalam menjalankan kebijakan tersebut, Pengurus Pusat Asosiasi Penghulu Republik Indonesia merupakan badan pelaksana tertinggi yang bersifat kolektif.
9)        Pengurus Pusat bertanggung jawab kepada Musyawarah Nasional atas kepengurusan organisasi untuk masa baktinya.
10)    Pengurus Pusat bertangung jawab atas pelaksanaan Kode Etik Profesi Penghulu, Anggaran Dasar, dan Anggaran Rumah Tangga serta keputusan Musyawarah Nasional dan Rapat Kerja Nasional.
Pasal 24
Tugas dan Tanggung Jawab Pengurus Wilayah
1)        Pengurus Wilayah Asosiasi Penghulu Republik Indonesia bertugas dan berkewajiban :
a.     Menentukan kebijakan organisasi dan melaksanakan segala ketentuan dan kebijakan sesuai dengan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, keputusan-keputusan Musyawarah Nasional, Musyawarah Nasional Luar Biasa, Rapat Kerja Kerja Nasional, Rapat Kerja Wilayah, dan Rapat koordinasi Pengurus Wilayah Asosiasi Penghulu Republik Indonesia di wilayahnya.
b.     Melaksanakan program kerja organisasi baik program kerja nasional maupun program kerja wilayah.
c.     Mengawasi, mengkoordinasi, membimbing dan membina aktifitas Pengurus Asosiasi Penghulu Republik Indonesia Cabang.
d.     Menegakkan disiplin organisasi dan mengatur ketertiban serta kelancaran keuangan Pengurus Pusat dan Pengurus Wilayah.
2)   Penjabaran tugas Pengurus Wilayah diatur dalam ketentuan organisasi  yang menjadi bagian yang tak terpisahkan dan tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
3)   Pengurus Wilayah Asosiasi Penghulu Republik Indonesia bertanggungjawab atas terlaksananya segala ketentuan dalam Kode Etik Profesi Penghulu, Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Keputusan Musyawarah Nasional dan Musyawarah Wilayah.
4)   Pengurus Wilayah Asosiasi Penghulu Republik Indonesia bertanggung jawab kepada Musyawarah Wilayah Asosiasi Penghulu Republik Indonesia atas kepengurusan organisasi untuk masa baktinya.
5)   Dalam menjalankan kebijakan tersebut, Pengurus Wilayah Asosiasi Penghulu Republik Indonesia merupakan badan pelaksana tertinggi di wilayahnya yang bersifat kolektif berdasarkan pada prinsip keterbukaan, tanggung jawab, demokrasi, dan kekeluargaan.
6)   Pengurus Wilayah Asosiasi Penghulu Republik Indonesia berkewajiban mengirimkan laporan kepada Pengurus Pusat setiap 6 (enam) bulan sekali.
Pasal 25
Tugas dan Tanggung Jawab Pengurus Cabang APRI
1)   Pengurus Cabang APRI bertugas dan berkewajiban :
a.     Menentukan kebijakan Organisasi dan melaksanakan segala ketentuan dan kebijakan sesuai dengan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Keputusan-keputusan Musyawarah Nasional, Musyawarah Nasional Luar Biasa, Rapat Kerja Nasional, Musyawarah Wilayah, Rapat Kerja Wilayah, dan Rapat Pengurus Cabang di wilayahnya.
b.     Melaksanakan program kerja nasional di wilayahnya, program kerja wilayah di wilayahnya, dan program kerja APRI Cabang.
c.     Menegakkan disiplin organisasi dan mengatur ketertiban serta kelancaran keuangan Pengurus Pusat, Pengurus Wilayah dan Pengurus Cabang.
2)   Penjabaran tugas Pengurus Cabang diatur dalam ketentuan organisasi
3)   Pengurus Cabang bertanggungjawab atas terlaksananya segala ketentuan dalam Kode Etik Profesi Penghulu, Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Keputusan Musyawarah  Nasional, Rapat Kerja Nasional, Musyawarah Wilayah dan Musyawarah Cabang, Rapat Kerja Wilayah dan Rapat Kerja cabang
4)   Pengurus APRI Cabang merupakan badan pelaksana organisasi tertinggi di wilayahnya yang bersifat kolektif dengan berlandaskan pada prinsip keterbukaan, demokrasi, tanggung jawab, dan kekeluargaan.
5)   Pengurus APRI Cabang berkewajiban mengirimkan laporan kepada Pengurus Wilayah dengan tembusan kepada Pengurus Pusat setiap 6 (enam) bulan sekali.
BAB VIII
WEWENANG DAN KEWAJIBAN DEWAN PENASEHAT PENGURUS PUSAT, PENGURUS WILAYAH DAN PENGURUS CABANG
PASAL 26
1)        Dewan Pembina bertugas untuk membina korp PPN dan Penghulu mencapai tujuan APRI.
2)        Dalam melaksanakan tugasnya dewan Pembina dapat memberikan petunjuk, saran dan nasihat kepada pengurus Pusat, wilayah dan cabang.
3)        Pengurus Pusat, wilayah dan cabang dapat  menentukan kebijakan yang tidak diputuskan dalam keputusan-keputusan Musyawarah Nasional, jika  kebijakan tersebut tidak diatur oleh AD/ART.
BAB IX
KEUANGAN
Pasal 27
1)        15% (lima belas persen) dari uang pangkal, iuran-iuran bulanan dan  sumbangan wajib (SWO) yang diterima oleh cabang diserahkan kepada pengurus pusat.
2)        25% (dua puluh lima persen)  dari uang pangkal, iuran-iuran bulanan dan  sumbangan wajib (SWO) yang diterima oleh cabang  diserahkan kepada pengurus Wilayah.
3)        60% (enam puluh persen) dari uang pangkal, iuran-iuran bulanan dan  sumbangan wajib (SWO  yang diterima oleh cabang dikelola oleh cabang.
BAB X
KOMISI KEUANGAN
Pasal 28
1.      Perhitungan dan pertanggung jawaban tentang urusan dalam masa jabatan yang lampau selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sebelum Musyawarah Nasional, Musyawarah Wilayah, Musyawarah Cabang dimulai telah diserahkan kepada :
a.       Pengurus Wilayah oleh Pengurus Pusat untuk dimintakan persetujuan dalam Musyawarah Nasional.
b.      Pengurus Cabang oleh Pengurus Wilayah untuk dimintakan persetujuan dalam Musyawarah Wilayah.
c.       Anggota Biasa oleh Pengurus Wilayah untuk dimintakan persetujuan dalam Musyawarah Cabang.
d.      Musyawarah Cabang, Musyawarah Wilayah, Musyawarah Nasional tersebut di atas dalam ayat (1) dapat membentuk sebuah Komisi Keuangan yang terdiri sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang anggota biasa dan bukan dari jajaran Pengurus Pusat,Wilayah, Cabang.
2.      Komisi Keuangan bertugas menyusun perhitungan dan pertanggung jawaban tersebut dan berhak memeriksa buku-buku kas dan meminta keterangan mengenai penerimaan, pengeluaran, penyimpanan dan kekayaan APRI Cabang, Wilayah dan Pusat.
3.      Musyawarah Cabang, Musyawarah Wilayah, Musyawarah Nasional yang bersangkutan memutuskan tentang waktu yang diberikan untuk menyelesaikan tugas komisi keuangan tersebut dan juga tentang acara selanjutnya mengenai pembicaraan hasil-hasil pemeriksaan keuangan tersebut.
BAB XI
LAMBANG APRI
Pasal 29
Bentuk dan Lambang APRI  serta makna didalamnya akan ditetapkan kemudian melalui PO yang ditetapkan oleh Pengurus Pusat.
BAB XII
PENUTUP
Pasal 30
1)   Segala sesuatu yang belum diatur dalam Anggaran Rumah Tangga ini dibuat peraturan tersendiri  oleh Pengurus Pusat.
2)   Segala perselisihan dan penafsiran Anggaran Rumah Tangga diputuskan oleh Pengurus Pusat melalui peraturan tersendiri.
Ditetapkan di Surabaya 
Pada Tanggal 19 Januari 2014 
Pimpinan Sidang Pleno

Suryani Kamali,S.Ag